Wednesday, May 1, 2013

Kearifan Budaya Lokal

KEARIFAN BUDAYA SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan bimbingan-Nya makalah Ilmu Budaya Dasar ini dapat diselesaikan. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Komsi Koranti selaku Dosen Ilmu Budaya Dasar, Universitas Gunadarma. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar (Softskill).
Saya menyadari makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, demi kesempurnaan pembuatan makalah ini di hari yang akan datang. Saya ingin mengucapkan terima kasih pada beberapa pihak yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan membalas kebaikannya dengan berkat yang lebih besar. Terima kasih.

Depok, 1 Mei 2013


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
B.   Tujuan Penulisan
C.   Metode Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian Ulos Secara Umum
B.  Berbagai Macam Kegunaan Ulos
C.  Ulos Tujung dan Ulos Sampe Tua
BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan
B.   Saran


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Ulos tidak langsung menjadi sakral di masa-masa awal kemunculannya. Sesuai dengan hukum alam ulos juga telah melalui proses yang cukup panjang yang memakan waktu cukup lama, sebelum akhirnya menjadi salah satu simbol adat suku Batak seperti sekarang. Berbeda dengan ulos yang disakralkan yang kita kenal, dulu ulos malah dijadikan selimut atau alas tidur oleh nenek moyang suku Batak. Tetapi ulos yang mereka gunakan kualitasnya jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang sangat artistik.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini, yaitu metode deskripsi analisi. Metode tersebut merupakan metode yang memberikan gambaran objektif serta membahasnya secara lengkap yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari website.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Ulos Secara Umum
Hampir semua suku mempunyai budaya tersendiri, dan memiliki cirri khasnya masing masing baik itu pakaian dan alat tradisional lainnya, salah satu pakaian lengkap tradisi dari suku Batak disebut dengan Ulos Batak. Ulos ini beraneka ragam dan memiliki kengunaan masing masing. Sebagai Suku Batak wajib memakai Ulos batak untuk berbagai acara, tapi zaman sekarang ini banyak yang menganggap ulos itu salah dan berbau mistis. Ulos ini bukanlah untuk di puja ataupun sebagainya dan Ulos ini adalah pelengkap pakaian Adat Suku Batak.
Bagi kalangan masyarakat Batak, kita sering mendengar ada kegiatan “mangulosi”. Ada ungkapan, “Ijuk pangihot ni hodong. Ulos pangkait ni holong”. Begitulah ungkapan yang berisi filsafat Batak untuk ulos. Mangulosi, adalah salah satu hal yang teramat penting dalam adat Batak. Mangulosi secara harfiah berarti memberikan ulos. Mangulosi bukan sekadar pemberian hadiah biasa, karena ritual ini mengandung arti yang cukup dalam. Mangulosi melambangkan pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Ulos, kain tenun khas Batak, dipakai mulai dari adat kelahiran, perkawinan, hingga kematian. Kini, ulos kain yang dipintal dari benang ini sudah sering diuloskan pada acara seremonial, atau sebagai cinderamata kepada para tamu terhormat yang datang ke Tano Batak. Ulos memang dijadikan simbol ikatan kasih sayang antara sesama orang Batak maupun kepada orang yang non Batak.
Tentunya ulos tidak langsung menjadi sakral di masa-masa awal kemunculannya. Sesuai dengan hukum alam ulos juga telah melalui proses yang cukup panjang yang memakan waktu cukup lama, sebelum akhirnya menjadi salah satu simbol adat suku Batak seperti sekarang. Berbeda dengan ulos yang disakralkan yang kita kenal, dulu ulos malah dijadikan selimut atau alas tidur oleh nenek moyang suku Batak. Tetapi ulos yang mereka gunakan kualitasnya jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang sangat artistik.
Cara memakai ulos juga bermacam-macam tergantung kepada keadaan dan situasi. Ada yang memakai dibahu layaknya memakai selendang. Memakai seperti sarung, ada yang melilitkannya di kepala, ada juga yang mengikatkan pada pinggang.


B. Berbagai Macam Kegunaan Ulos
Fungsi ulos sebenarnya dipakai untuk menghangatkan tubuh. Bagi masyarakat Batak, ulos dianggap sebagai sumber kehangatan, selain matahari dan api. Setiap ulos memiliki sifat, fungsi, hubungan dan keadaan. Artinya setiap ulos mempunyai sifat dan fungsi tersendiri.
Karena ulos memiliki nilai yang tinggi di tengah-tengah masyarakat batak, dibuatlah aturan penggunaan ulos yang di tuangkan dalam aturan adat, antara lain :
Ulos hanya di berikan kepada kerabat yang di bawah kita. Misalnya Natoras tu ianakhon (orang tua kepada anak).
Ulos yang di berikan haruslah sesuai dengan kerabat yang akan di beri ulos. Misalnya Ragihotang diberikan untuk ulos kepada hela (menantu laki-laki).
Sedangkan menurut penggunaanya antara lain :
Siabithonon (dipakai ke tubuh menjadi baju atau sarung) digunakan ulos ragidup, sibolang, runjat, jobit dan lainnya.
Sihadanghononhon (diletakan di bahu) di gunakan ulos Sirara, sumbat, bolean, mangiring dan lainnya.
Sitalitalihononhon (pengikat kepala) di gunakan ulos tumtuman, mangiring, padang rusa dan lain-lain.

C.  Ulos Tujung dan Sampe Tua
Ø Ulos Tujung
Merupakan ulos yang ditujungkan (ditaruh diatas kepala) kepada mereka yang menghabaluhon (suami atau isteri yang ditinggalkan almarhum). Jika yang meninggal adalah suami, maka penerima tujung adalah isteri yang diberikan hula-hulanya. Sebaliknya jika yang meninggal adalah isteri, penerima tujung adalah suami yang diberikan tulangnya. Tujung diberikan kepada perempuan balu atau pria duda karena “mate mangkar” atau Sari Matua, sebagai simbol duka cita dan jenis ulos itu adalah sibolang.
Dahulu, tujung itu tetap dipakai kemana saja pergi selama hari berkabung yang biasanya seminggu dan sesudahnya baru dilaksanakan “ungkap tujung” (melepas ulos dari kepala). Tetapi sekarang hal itu sudah tidak ada lagi, sebab tujung tersebut langsung diungkap (dibuka) oleh tulang ataupun hula-hula sepulang dari kuburan (udean).
Secara ratio, yang terakhir ini lebih tepat, sebab kedukaan itu akan lebih cepat sirna, dan suami atau isteri yang ditinggal almarhum dalam waktu relatif singkat sudah dapat kembali beraktifitas mencari nafkah. Jika tujung masih melekat di kepala, kemungkinan yang bersangkutan larut dalam duka (margudompong) yang eksesnya bisa negatif yakni semakin jauh dari Tuhan atau pesimis bahkan apatis.

Ø Ulos Sampe Tua
Merupakan ulos yang diberikan kepada suami atau isteri almarhum yang sudah Saur Matua, tetapi tidak ditujungkan diatas kepala, melainkan diuloskan ke bahu oleh pihak hula-hula ataupun tulang. Jenis ulos dimaksud juga bernama Sibolang. Ulos Sampe Tua bermakna Sampe (sampailah) tua (ketuaan-berumur panjang dan diberkati Tuhan).
Akhir-akhir ini pada acara adat Sari Matua, sering terlihat ulos yang seharusnya adalah tujung, berobah menjadi ulos sampe tua. Alasannya cukup sederhana, karena suami atau isteri yang ditinggal sudah kurang pantas menerima tujung, karena faktor usia dan agar keluarga yang ditinggalkan beroleh tua.
Konsekwensi penerima ulos Sampe Tua adalah suami ataupun isteri tidak boleh kawin lagi.


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
         Hampir semua suku mempunyai budaya tersendiri, dan memiliki cirri khasnya masing masing baik itu pakaian dan alat tradisional lainnya, salah satu pakaian lengkap tradisi dari suku Batak disebut dengan Ulos Batak. Ulos ini beraneka ragam dan memiliki kengunaan masing masing. Sebagai Suku Batak wajib memakai Ulos batak untuk berbagai acara, tapi zaman sekarang ini banyak yang menganggap ulos itu salah dan berbau mistis. Ulos ini bukanlah untuk di puja ataupun sebagainya dan Ulos ini adalah pelengkap pakaian Adat Suku Batak.

B.   Saran
         Ini menjadi tantangan bagi budaya batak di masa depan, karena cara pandang dan penghargaan anak-anak muda masa depan sangat berbeda dengan para orang tua yang sempat merasakan berharganya nilai ulos dalam kekerabatan. Akankah kita memandang ulos seperti memandang “kain pada umumnya”, bahkan lebih parahnya, setelah kain tersebut di gunakan dalam acara adat yang melelahkan kemudian ulos tersebut tersimpan rapat dalam lemari saja.

No comments:

Post a Comment