Menjadi
pemain sepak bola di Indonesia tak memiliki jaminan kehidupan di masa depan. Kegagalan
dalam melakukan pembinaan pemain, pelatih hingga official dinilai
sebagai faktor utama dalam mandeknya prestasi sepakbola kita. Selain
ribut-ribut soal elit di tubuh PSSI sendiri, pengelolaan tim-tim di Indonesia
yang masih semrawut juga menjadi salah satu alasan sepakbola tak juga mencapai
level yang membanggakan.
Hasbi (Pengamat Sepak Bola,
Fandom.id), mencontohkan dalam level
pengelolaan klub di Indonesia, mental APBD masih melekat. Pembinaan dilevel
klub pun bahkan masih minimal lantaran jenjang karir pemain lantaran
pengelolaan klub sepakbola dikelola secara sporadis dan tidak memiliki visi
yang jelas. Terlebih kontrak-kontrak yang diberikan klub tersebut tidak
menjamin pemain untuk bisa bertahan hidup baik selama bermain untuk klub atau
setelah keluar dari klub.
Pengelolaan setelah era ‘kawin
silang’ yang bercorak meniru industri sepakbola di luar negeri yang sudah mapan
ternyata tidak berhasil dikembangkan oleh PSSI. Hal ini, misalnya dilihat salah
satunya lewat munculnya dualisme liga dan tidak adanya kemandirian klub-klub
ditambah tidak jelasnya peraturan di level PSSI misalnya bagi klub yang
melanggar seperti menunggak gaji dan fasilitas yang kurang.
Melihat situasi yang belum mungkin kondusif bahkan sampai
10 tahun mendatang itu, pemain pun mulai berpikir realistis. Tidak sekedar
bercita-cita sebagai pesepak bola, ke depan pemain harus memiliki jenjang yang
pasti.Sumber : http://fisipol.ugm.ac.id/news/diskusi-masa-depan-sepak-bola-indonesia/en/
No comments:
Post a Comment